Kisah
Serka Santoso Menyelamatkan Serda "Ucok" Sang Eksekutor Lapas Cebongan.
Tentu kalian ingat dengan sosok Serda ucok Eksekutor Lapas Cebongan
Awal nya Pada periode antara tahun 2002 sd 2003, Pratu “Ucok”, masuk dalam Tim
penugasan sebagai anggota Tim Sus, Detasemen Tempur Khusus, untuk
melibas Gerakan Aceh Merdeka. Menurut catatan pada waktu itu kekuatan
Gerakan Aceh Merdeka kurang lebih 8000 orang dengan senjata kurang lebih
5000 pucuk.
Tim Sus, dengan persenjataan lengkap diberangkatkan ke Aceh untuk
melaksanakan tugas. Sebelum berangkat, seluruh anggota tim
menandatangani pernyataan : “Siap untuk menang, berhasil dalam tugas
atau mati pulang tinggal nama”. Meskipun sebagian diantara mereka sudah
berkeluarga, penandatanganan itu tidak pernah disampaikan kepada istri
masing-masing.
Maka berangkatlah Tim Kopassus menuju ke Aceh. Dalam suatu pertempuran
pertama, Tim berhasil menewaskan 7 orang Gerakan Aceh Merdeka. Pernah
suatu ketika, rombongan Pratu “U” dihadang oleh gerombolan GAM di daerah
Krueng Jawa, Aceh utara. Waktu itu prajurit satu “U” adalah seorang
pengemudi Defender pembawa AGL (Automatic Granade Launcher), senjata
andalan Kopassus.
Penghadangan yang dipersiapkan oleh puluhan anggota GAM, terhadap
beberapa orang personel Kopassus itu tetap saja, membuat satuan kecil
itu keteteran.
Belasan personel Kopassus masuk ke dalam Killing Ground
musuh. Mereka bertahan mati-matian diantara kendaraan dan sebagian
keluar dari kendaraan untuk membalas tembakan terhadap musuh.
Pertempuran antara kelompok Gerakan Aceh Merdeka dengan beberapa
personil Kopassus itu seharusnya dimenangkan oleh GAM. Namun dengan
adanya perlawanan sengit dan tembakan yang lebih terbidik, kelompok GAM
mulai terdesak. Sementara Pratu “U” yang berada di kendaraan paling
depan, berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan.
Ia terus dihujani tembakan. Bahkan sebuah bom meledak di tengah jalan,
meskipun tidak berhasil melukai prajurit Kopassus. Dalam kondisi
terjepit seperti itu, muncullah satu regu pimpinan Serda Santoso untuk
memperkuat kedudukan Tim Kopassus. Rencananya memang hari itu dua
kendaraan yang berisi satu tim prajurit Kopassus akan memperkuat regu
yang dipimpin oleh Serda Santoso.
Kedatangan regu Serda Santoso sangat membantu posisi tim Kopassus yang
sedang dihadang musuh. Dalam lindungan tembakan dari kelompok Serda
Santoso dan beberapa anggotanya, pratu “U” berhasil ditarik keluar dari
kendaraan agar tidak terus menerus menjadi sasaran tembakan.
Akhirnya karena perlawanan yang kuat dan tambahan perkuatan dari Serda
Santoso Tim Kopassus berhasil memaksa GAM mundur dari kedudukannya.
Mobil memang penuh dengan lubang peluru. Karena perlawanan sengit,
kelompok Gerakan Aceh Merdeka akhirnya meninggalkan tempat penghadangan.
Tim penghadang sudah menunggu di sekitar lokasi itu selama beberapa
hari.
Hal ini bisa diketahui dari bekas-bekas bivak dan bahan makanan
yang mereka masak untuk menghadang pasukan TNI. Peristiwa kontak tembak
antara tim Kopassus (Regu Alm. Serda Santoso dan anggotanya diantaranya
Pratu “U”) dengan Personel Gerakan Aceh merdeka di Aceh Utara, di
wilayah sekitar Tanah Luas.
Setelah bergerak selama kurang lebih 9 hari tim Kopassus akhirnya
berhasil menemukan sebuah Kamp gerakan Aceh Merdeka. Jumlah kelompok itu
tidak tanggung-tanggung, kurang lebih 200 orang. Jumlah itu diketahui
dari jumlah barak dan keterangan dari simpatisan mereka.
Pada sore hari sebelumnya, tim Kopassus akan menyeberang sebuah sungai
selebar 75 meter.
Musuh berada di seberang sungai Biram. Sungai itu
cukup lebar, namun dangkal. Karena habis hujan deras pada siang harinya,
aliran sungai menjadi deras.
Penyeberangan diurungkan karena sungai masih terlalu deras.
Keputusan menunda penyeberangan, rupanya sebuah keputusan yang tepat
karena, pasukan Gam berjumlah seratusan orang sudah menunggu di seberang
sungai, siap menghabisi kelompok Kopassus.
Pada keesokan
harinya, rencana penyeberangan akan dilanjutkan dengan titik
penyeberangan yang berbeda.
Pasukan Tim Kopassus kembali mencoba
menyeberangi sungai.
Pada saat kelompok itu mendekat ke arah sungai, kelompok tim Kopassus
langsung menerima tembakan salvo pertama, disusul tembakan gencar dari
pinggir sungai.
Pada saat itu, kelompok pratu “U” bersama-sama
dengan Serda Santoso berada di depan, sebagai tim pertama yang akan
menyeberang. Posisi itu sungguh sangat sulit. Satu regu pasukan di depan
itu mendapat tembakan yang sangat gencar dari musuh.
Serda Santoso dan Pratu “U” harus
berjuang mati-matian saling melindungi untuk menahan tembakan dari
musuh. Nahas bagi Pratu Bowo, karena tembakan dari musuh mengenai
pantatnya.
Pratu bowo terluka parah. Pasukan depan itu terus mendapat
tembakan dari musuh.
Pada saat itu memang situasi sangat sulit dan kurang menguntungkan bagi
tim terdepan.
Tembakan yang sangat padat, memaksa tim berlindung dalam
kubangan-kubangan air di tepi
sungai, diantara rerimbunan pohon coklat.
Pada saat itu, tim lain yang berada tidak jauh dari tempat itu segera
merapat dan membantu membalas tembakan, termasuk melempar granat dengan
granat pelontar dan sempat pula ditembakkan senjata Armbrush.
Setelah bunyi Armbrush yang menggelegar baru musuh mulai mengurangi
tembakannya. Kesempatan itu digunakan oleh Serda Santoso bersama
beberapa anak buahnya untuk memberikan pertolongan kepada Pratu Bowo
yang mengalami luka tembak. Rupanya lukanya Pratu Bowo cukup parah. , membuat korban sangat
menderita.
Sertu Santoso dengan susah payah bersama anggota lainnya, trmasuk pratu
“U” secara bergantian, menggendong pratu Bowo untuk dievakuasi ke tempat
yang aman. Untuk menjauh dari tempat itupun mereka masih bersusah payah
karena masih dikejar oleh tembakan musuh.
Pratu Bowo sempat disuntik morfin dan setelah itu diberi buah mundu yang
ditemukan di sekitar tempat itu.
Kejadian itu dilaporkan ke Pos Komando Taktis. Pos kotis segera
mengirimkan heli evakuasi.
Medan yang sulit dan jumlah musuh yang cukup besar membuat evakuasi
menjadi tidak mudah. Sementara tugas menghadapi kelompok Gerakan Aceh
Merdeka diambil alih oleh Tim lain, regu Serda Heru Santoso, melanjutkan
evakuasi terhadap korban luka.
Dalam evakuasi itu, Pratu Bowo, diangkut dengan ponco dan sarung
sambung yang diikat.
Diantara tembakan musuh dan medan-medan terjal yang licin, tim evakuasi
yang hanya terdiri dari beberapa orang itu terus bergerak meninggalkan
arena pertempuran. Mereka saling bergantian, yang tidak mendapat giliran
memikul korban, berjaga-jaga di depan dan dibelakang.
Medan yang sangat berat, ditambah perawakan Pratu Bowo yang tinggi besar
membuat gerakan mereka sangat lambat, tetapi sekelompok pasukan kecil
itu, tertatih-tatih menjauh dari daerah pertempuran. Korban yang masih
berteriak-teriak karena lukanya, tidak begitu dihiraukan, yang penting
segera menjauh dari pertempuran.
Setelah agak jauh dan aman.
Pratu bowo, diturunkan. Salah seorang
anggota mengeluarkan peralatan kesehatan lapangan dan memberi
suntikan morfin untuk mengurangi penderitaan korban. Bahkan pada saat
itu, salah satu anggota memberi pratu Bowo buah mundu, karena memang
pasukan juga kekurangan bekal
makanan.
Buah mundu itu diambil tidak jauh dari
tempat itu. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, tim
menemukan titik yang dianggap aman untuk pendaratan heli. Di tempat
itulah mereka menunggu.
Dalam kondisi hujan gerimis, akhirnya Pratu Bowo
berhasil dievakuasi dan selamat hingga saat ini. Ini adalah sepenggal
kisah sebuah Unit Tim Kopassus daerah pertempuran.
Sebuah kisah nyata yang dihimpun dari saksi-saksi hidup dan para
Prajurit, rekan-rekan almarhum Sertu Santoso dan eksekutor berinisial
“U”. Suatu kisah prajurit Kopassus di lapangan. Artinya begitu dalam dan
menyentuh.
Karena jiwa Korsa bagi prajurit Kopassus bisa berarti antara
hidup dan mati.
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment