Kisah Ini terjadi pada Operasi militer di pedalaman Sumatera 56 tahun lalu. Saat itu tahun 1958 ,maman pangkatnya masih kopral. Dia anggota pasukan elite Resimen para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Yang kelak pasukan baret merah ini dikenal dengan nama Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.
Maman baru saja diterjunkan di sekitar Bandara Tabing, Padang untuk kemudian bergerak melambung menguasai Sumatera Barat. Pasukan itu terus bergerak ke menghancurkan kekuatan pasukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Di sebuah desa mereka berhenti. Penduduk memperhatikan dengan takut-takut. Saat Maman menanyakan lokasi Musala, mereka ragu-ragu menunjukan tempat ibadah tersebut.
Beberapa orang warga mengikutinya saat pasukan menuju sebuah Musala. Begitu juga saat dia dan beberapa anggota pasukan mengambil air wudhu. Saat shalat, warga desa yang berkerumun dekat Musala makin bertambah banyak. Mereka memperhatikan sambil berbisik-bisik.
Selesai kami shalat, ada satu warga desa yang menanyai kami. Mungkin tokoh di kampung itu. Mereka tanya,
"tadi bapak benar shalat?" kata Maman bercerita.
"Iya, tadi kami shalat, kenapa Pak?" jawab Maman.
"Bapak Muslim?" tanya warga lagi.
"Iya, saya Muslim, memang kenapa?" kata Maman.
"Saya kira komunis itu tidak shalat Pak. Bahkan tidak beragama," kata mereka.
"Lho yang pasukan komunis itu siapa? Kami ini Tentara Indonesia, bukan komunis. Saya Muslim, bukan komunis," jawab Kopral Maman.
Warga kampung saling pandang penuh kebingungan. Akhirnya warga desa tersebut menjelaskan sering mendengar propaganda yang dilakukan salah satu pihak, akan datang tentara komunis dari Jawa untuk menghancurkan desa mereka. Yang paling menakutkan itu RPKAD yang pakai baret merah, warna komunis.
Namun setelah warga desa mendengar penjelasan dari pasukan RPKAD warga baru sadar dan tahu, bahwa mereka semua sudah jadi korban propaganda pihak tak bertanggung jawab. Mereka sadar pasukan yang datang bukan pasukan komunis melainkan pasukan Indonesia.
"Saya jelaskan dengan baik-baik kalau kami tidak seperti yang disebut di propaganda yang mereka dengar. Untungnya mereka segera sadar. Hubungan dengan warga desa pun jadi kembali enak. Mereka bahkan mengajak makan ala kadarnya. Dalam hati, sempat kesal juga kami disebut tentara komunis," ujar Maman.
Central Intelligence Agency (CIA) merupakan pihak di belakang pemberontak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi. Mereka menyuplai aneka persenjataan dan uang untuk mendukung aksi pemberontakan tersebut.
Tak cuma itu, CIA juga memberikan dukungan berupa stasiun radio dan peralatannya. Lewat radio inilah mereka menyebar propaganda anti-Soekarno sebagai Presiden RI. Pemerintah di Jakarta pun disebut sebagai komunis.
Upaya ini lumayan berhasil mempengaruhi sebagian masyarakat di Sumatera yang religius. Namun akhirnya TNI berhasil mengalahkan pemberontak dan merebut Sumatera. Misi CIA pun gagal.
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment