Ketika itu, Soekarno muda yang masih berstatus sebagai mahasiswa di
Technische Hogeschool (Institut Teknologi Bandung) merasa jatuh cinta
pada Inggit Garnasih (Ibu kos Soekarno) yang usianya terpaut 13 tahun lebih tua.
Gayung bersambut, Inggit yang saat itu telah berstatus sebagai istri
dari Sanusi, juga terpikat pada pembawaan Soekarno yang cerdas dan
menyenangkan. Atas restu dari suaminya, Inggit diceraikan dengan syarat.
“Kau kuceraikan, asalkan kau menikah dengan Soekarno. Jika ada sesuatu yang terjadi, kau boleh kembali padaku”.
Sanusi menyadari bahwa Soekarno akan menjadi seorang yang besar. Untuk
itu, Soekarno muda membutuhkan seorang pembimbing yang tiada lain adalah
Inggit Garnasih.
Keputusan menikah dengan Soekarno
pasca-bercerai dengan Haji Sanusi telah dipikirkan secara masak oleh
Inggit Garnasih. Inggit sadar tak akan mendapat kemewahan dari Soekarno
yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa dan belum bisa bekerja,
apalagi memberikan materi yang berlebih seperti yang diberikan Sanusi
kepadanya.
Inggit harus membanting tulang dan memutar otak
untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Kepandaian Inggit menjahit
pakaian, menjual kutang, bedak, rokok, meramu jamu, dan menjadi agen
sabun dan cangkul kecil-kecilan terus dimanfaatkan untuk mencari uang.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Perjuangan Inggit Garnasih tidak hanya sebatas materi. Beliau yang
tulus memberi, mengangkat jiwa Soekarno ketika hampir jatuh menyerah.
Beliau yang rela berjalan kaki berkilo-kilo meter dari rumahnya
(Sekarang Jl. Inggit Garnasih atau Jl. Ciateul) menuju penjara
Sukamiskin untuk mengantarkan buku-buku dan berita-berita pergerakan
pada Soekarno.
Bahkan ketika Soekarno tidak mampu melaksanakan
tugasnya mencari nafkah (saat diasingkan), Inggit Garnasih tetap bekerja
keras membuat jamu dan bedak untuk membiayai hidup mereka dan anak
angkat mereka, Ratna Juami.
Keberhasilan Soekarno menamatkan
studinya di THS pada 1926, membuat Inggit senang tak terkira. Bagi
Inggit, kesuksesan Soekarno meraih gelar insinyur merupakan salah satu
bukti keberhasilannya mendampingi Soekarno.
Namun, keberhasilan
meraih gelar insinyur itu tak dimanfaatkan Soekarno untuk meraih
pekerjaan dari pemerintah Belanda. Soekarno kukuh aktif di bidang
politik dan mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli
1927 yang kemudian berubah nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI)
pada Mei 1928. Soekarno hidup miskin karena lebih suka berpolitik
daripada mencari uang.
Inggit Garnasih, wanita setia pendamping Soekarno saat susah
Berkat dukungan penuh Inggit, Soekarno berhasil menjadikan PNI sebagai
partai garis depan di era 1920-an. Kader PNI terus bertambah dengan
pesat sejak 1929. Inggit dengan sabar mendampingi dan menerjemahkan
perkataan Soekarno dalam tiap pidatonya ke bahasa Sunda saat itu.
Tak hanya itu, Inggit selalu memberi semangat kepada Soekarno saat
menghadapi kesulitan. Dia juga selalu menyediakan makanan, minuman, dan
jamu-jamuan agar Soekarno selalu sehat.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Perjuangan PNI yang kian progresif ternyata mengganggu Belanda.
Soekarno dan PNI dituduh akan melakukan revolusi. Dia akhirnya ditangkap
pada 29 Desember 1929 dan dijatuhi hukuman 4 tahun. Soekarno kemudian
dipenjara selama 8 bulan di Penjara Banceuy, Bandung, kemudian
dipindahkan ke Penjara Sukamiskin.
Di penjara, Soekarno merasa
terperangkap dengan keadaan. Dia merasa kesepian dan mengalami kerapuhan
yang luar biasa. Namun, hal itu bukan justru membuat Inggit
meninggalkannya.
Meski jarak rumah dengan Sukamiskin adalah 20
km, Inggit tetap datang mengunjungi suami tercintanya. Terkadang Inggit
harus berjalan kaki karena tak memiliki cukup uang untuk membayar
delman. Inggit yang kerap datang bersama Ratna Juami atau Omi (anak
angkat Soekarno dan Inggit) selalu membawakan makanan kegemaran
Soekarno, rokok dan jamu kesehatan.
"Waktu aku melihat Koesno
(panggilan kesayangan Soekarno oleh Inggit), inginnya aku merangkulnya,
memeluknya. Tapi pelbagai hal menghalangi kami. Aku cuma mampu
mengucapkan kata-kata 'Apa kabar?' Suaraku terasa rendah. Barangkali
akan mengelus hati setiap orang yang mendengarnya. Tapi bagaimana pun
aku mampu menahan diri, untuk tidak menangis, juga untuk tidak berlinang
air mata," kata Inggit dalam buku 'Biografi Inggit Garnasih: Perempuan
Dalam Hidup Sukarno' karya Reni Nuryanti, terbitan Ombak.
Berbagai cara dilakukan Inggit untuk meringankan beban Soekarno, salah
satunya adalah menyelipkan sejumlah uang dalam makanan, agar Soekarno
mendapat keistimewaan sebagai tahanan. Dengan uang itu, Soekarno dapat
membujuk penjaga untuk membelikannya koran dan membaca buku di
perpustakaan.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Selain itu, Inggit juga menyelundupkan buku-buku yang diinginkan
Soekarno. Untuk memasukkan buku tersebut ke penjara, Inggit harus
berpuasa selama tiga hari agar buku-buku tersebut dapat diselipkannya di
perut. Meski dirundung kesedihan, hal itu tak tampak di wajah Inggit.
Inggit tak pernah mengeluhkan kesulitan yang dihadapinya ke Soekarno.
Wanita tangguh itu terus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhannya,
Omi, dan Soekarno.
Rasa frustasi yang kian dialami Soekarno
membuat Inggit sedih. Wanita tangguh itu akhirnya memberikan Soekarno
Alquran agar bisa menentramkan jiwanya. Akibat Alquran pemberian Inggit
inilah Soekarno akhirnya dapat lebih mengenal Islam di Sukamiskin.
Pembubaran PNI pada 1930 membuat jiwa Soekarno terguncang. Sebagai
seorang istri, Inggit tak tega melihat pujaan hatinya terpuruk dalam
kesedihan. Dengan segenap hati, Inggit menghibur dan berusaha selalu ada
untuk Soekarno.
Setelah bebas dari penjara pada 1931, Soekarno
langsung kembali ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Indonesia
(Partindo) pada 1 Agustus 1932. Namun, hal itu tak menjadi masalah bagi
Inggit. Sebab, ia tahu pria yang dicintainya itu memiliki jiwa di bidang
itu. Kesibukan Soekarno berkeliling daerah semakin membuat Inggit
memeras keringat. Inggit bahkan rela menjual perhiasan dan sebidang
tanah miliknya.
Namun, aktivitas politik Soekarno kembali
membuatnya ditangkap Belanda pada 1 Agustus 1933. Saat itu, Soekarno
dituduh melakukan subversif. Soekarno akhirnya dibuang ke Ende (Flores)
pada Februari 1934. Inggit dengan setia menemani Soekarno bersama dengan
Ibu Amsi (ibu kandung Inggit) dan Omi.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Di Ende, Inggit tak tega melihat Soekarno mengalami guncangan hebat.
Kondisi psikologis Soekarno yang labil dirasakan sebagai pukulan berat
oleh Inggit. Dengan sabar Inggit menyemangati Soekarno. Namun, ujian
berat kembali datang kepada Inggit. Ibunda tercinta, Ibu Amsi, meninggal
dunia pada Oktober 1935. Hal itu menjadi pukulan berat bagi Inggit dan
Soekarno.
Namun, Inggit berusaha tabah dan membimbing Omi dan
Soekarno agar tabah menerima. "Memang aku ajari mereka untuk tidak
menangis jika ada yang meninggal," kata Inggit.
Selang berapa
lama, kondisi Soekarno membaik. Soekarno mulai aktif di organisasi
Muhammadiyah di Ende. Soekarno juga kembali menyalurkan bakat seninya
dengan melukis dan sandiwara. Hobi tersebut tentu saja membutuhkan biaya
yang tak sedikit. Namun, hal itu tak menjadi halangan bagi Inggit agar
kesedihan sang suami hilang. Selain berjualan, Inggit juga sampai-sampai
merelakan perhiasan yang diberikan oleh Sanusi saat mereka bercerai.
Inggit kembali dilanda kesedihan saat Soekarno terkena malaria. Dia tak
tahan melihat pria kesayangannya tak berdaya akibat sakit yang
dideritanya. Hal itu mengakibatkan Soekarno dan keluarganya akhirnya
dipindahkan Belanda ke Bengkulu pada 1938 setelah didesak Mohammad Husni
Thamrin.
Di Bengkulu, Soekarno dan Inggit hidup layaknya orang
kebanyakan. Soekarno boleh bekerja di bidang arsitek dan diizinkan
menjalin kontak dengan ormas Muhammadiyah. Namun demikian, Soekarno
tetap harus meminta izin kepada Belanda jika hendak bepergian.
Inggit menjadi tempat berkeluh kesah Soekarno di Bengkulu. Sikap warga
yang dinilai Soekarno sangat konservatif dalam menjalankan agama dan
menutup perkembangan zaman kerap dikeluhkan oleh Soekarno kepada Inggit.
Mendapat keluhan itu, Inggit hanya mendengar dan memberi jawaban yang
menenangkan dan menyenangkan hati suaminya.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Berbeda dengan di Flores, di Bengkulu Soekarno dan Inggit dipandang
sebagai kaum intelek oleh warga. Soekarno bahkan aktif mengikuti diskusi
dengan ormas Muhammadiyah.
Dia kemudian ditawari masuk ke
Muhammadiyah. Hal ini ditandai dengan kunjungan Ketua Muhammadiyah
setempat, Hasan Din, bersama putrinya, Fatmawati, ke rumah Soekarno.
Sayangnya, Allah tidak pernah menakdirkan Inggit untuk memiliki
keturunan. Hal itu yang menjadi penyebab guncangnya rumah tangga
mereka..
“Saat itu Soekarno adalah seorang pria dewasa yang
sangat ingin memiliki keturunan. Presiden pertama kita itu seorang
Cassanova yang serius mencintai banyak wanita”.
Dalam
pengasingan di Bengkulu, Soekarno dan Inggit mengangkat Fatmawati
sebagai anak untuk menemani Ratna Juami bersekolah. Fatmawati yang saat
itu masih muda, ternyata menarik perhatian Soekarno dalam usianya yang
matang. Didasari keinginan untuk memiliki keturunan, Soekarno meminta
izin pada Inggit untuk menikahi Fatmawati.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Pantang bagi Inggit untuk dimadu!
Dengan berat hati beliau meminta diceraikan dan memutuskan kembali ke
Bandung, ke rumahnya. Melanjutkan hidup dengan sederhana, berjualan jamu
dan bedak yang diraciknya sendiri.
Sampai akhir hayat menjemput Soekarno, Inggit Garnasih masih mencintainya dengan tulus, tanpa pamrih, dengan sepenuh hati..
“Engkus.. geningan Engkus teh miheulaan.. ku Inggit di doakeun”.
Dengan linangan air mata, tubuh rentanya menatap Soekarno yang terbujur kaku dalam peti mati..
mendahuluinya pergi untuk selamanya..
Itulah cinta sejati, cinta seorang Inggit Garnasih pada Soekarno..
Cerita diatas dituturkan dengan senang hati oleh Bapak Tito Z.A, cucu
Soekarno, anak dari Ibu Ratna Juami. Beliau sangat menghargai siapapun
yang bersedia mencari kisah dibalik sejarah. Beliau akan sangat bahagia
jika nama Inggit Garnasih dikenal dan dikenang oleh anak bangsa ini.
Inggit Garnasih, pendamping Soekarno saat susah....!!!
Karena bagi beliau, sosok Soekarno tidak akan pernah ada tanpa seorang
Inggit. Sayangnya, seingatku kisah Inggit tidak pernah terpublish di
buku-buku paket sejarah karena sudah dijejali dengan kepentingan
politik.
Kisah Ibu Inggit baru mencuat ketika Bapak Tito
melakukan gertak sambal. Sebagai ahli waris, beliau “mengumumkan” bahwa
surat nikah dan surat cerai asli Soekarno-Inggit akan dilepas pada
pemerintah Belanda yang telah menawar masing-masing surat dengan harga 2
Milyar.
Bagi pemerintah Belanda, Soekarno merupakan sosok
yang luar biasa. Surat-surat asli dan barang-barang peninggalan
Soekarno-Inggit merupakan aset sejarah, bukti nyata yang tak ternilai.
Kisah manis Ibu Inggit terekam dalam buku lama “Kuantar Kau ke Gerbang”
karya Ramadhan K.H (kini dicetak ulang). Sementara benda-benda
peninggalan Ibu Inggit Garnasih bisa dilihat di museum Inggit Garnasih
Jl. Inggit Garnasih (Ciateul) No.8 Bandung
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar:
Post a Comment