Nama Idjon Djanbi adalah pendiri, pelatih pertama sekaligus komandan pertama korps pasukan
elite TNI AD yang kini bernama Kopassus.
Mantan anak buah Idjon Djanbi yang pernah dilatihnya mengenang sosok Idjon sebagai perwira lapangan yang disiplin. Sosoknya langsing dan gesit. "Pak Idjon suka cek kalau kita jaga malam. Dia sergap dari belakang dengan pisau. Kita berkelahi dulu, baru dia bilang stop, ini komandan kamu.
Tujuannya mungkin biar kita siaga," kata Boyoh, mantan anggota angkatan pertama korps baret merah ini saat berbincang dengan merdeka.com. Idjon Djanbi awalnya bernama Rokus Bernandus Visser. Warga negara Belanda ini tinggal di London karena tak bisa pulang ke negerinya.
Saat itu pecah perang dunia II, Belanda dikuasai Jerman. Visser muda bergabung dengan tentara Belanda yang mengungsi ke Inggris. Dia sempat menjadi sopir Ratu Wilhelmina. Tapi rupanya Visser lebih tertarik menjadi pasukan tempur, dia ikut bergabung dalam operasi Market Garden yang dilakukan sekutu untuk merebut Belanda tahun 1944. Setelah itu Visser ikut melakukan operasi amphibi bersama pasukan sekutu. Karena prestasinya, Visser naik pangkat jadi letnan.
Pemerintah Belanda mengirimnya ke Indonesia ketika Jepang kalah dan Belanda ingin berkuasa kembali. Visser menjadi komandan sekolah terjun payung Belanda di Indonesia dengan pangkat kapten. Setelah perang usai, Visser yang sejak awal bersimpati pada Indonesia memilih pensiun sebagai serdadu. Dia menikah dengan seorang wanita Sunda, kemudian masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi. Sekitar tahun 1952, Komandan Teritorium Siliwangi Kolonel Alex Evert Kawilarang bercita-cita mendirikan sebuah pasukan elite untuk menumpas DI/TII. Saat itu pasukan reguler sulit bergerak lincah di hutan Jawa Barat yang masih sangat lebat.
Kawilarang pun memanggil Idjon Djanbi dan memaparkan rencananya, sekaligus meminta Idjon menjadi pelatih. Idjon menerima tawaran itu. "Ternyata dia terima ajakan kami. Dan kemudian kami atur, sehingga dia bisa mendapat pangkat mayor. Selang beberapa waktu, setelah dia bergaul dengan anggota-anggota kita, dia kelihatan merasa betah," ujar Kawilarang dalam biografi Untuk Sang Merah Putih yang ditulis Ramadhan KH. Idjon dibantu Kapten Marzuki Sulaiman mempersiapkan kesatuan baru yang lahir dengan fasilitas apa adanya ini. Dulu mereka menumpang di sebuah kantor kecil, sebelum akhirnya dapat asrama di Batujajar.
Idjon Djanbi menyusun kurikulum berdasarkan pengalamannya selama menjadi pasukan elite dan bertempur di Perang Dunia II. Latihan pasukan yang diberi nama Kesatuan Komando TT III Siliwangi ini sangat berat. Dari 400 calon siswa komando, kurang dari setengah yang dinyatakan lulus. Kepada mereka yang lulus, diberikan baret dan brevet komando. Ketika itu baret warna hitam dicelup dalam air teh beberapa lama sehingga warnanya luntur menjadi coklat kemerahan.
Itulah cikal bakal Korps Baret Merah. "Tahun 1953 kompi komando ini diikutsertakan dalam operasi-operasi menghancurkan DI/TII di daerah Jawa Barat. Hasilnya sangat memuaskan, terutama pada penyergapan konsentrasi gerombolan di Gunung Rakutak," kata Kawilarang. Idjon menjabat komandan tahun 1952-1956, setelah itu dia pensiun dan digantikan wakilnya Mayor RE Djailani. Pembenahan terus menerus dilakukan hingga akhirnya Kesko III Siliwangi ini berubah nama menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD), lalu Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha). Hingga akhirnya sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus atau Kopassus. 5 Kemampuan tempur istimewa Idjon Djanbi.
1. Terjun tempur Kemampuan terjun tempur Idjon Djanbi tak diragukan lagi. Tahun 1944 dia ikut operasi Market Garden bersama pasukan Sekutu. Tujuan operasi ini untuk merebut Belanda dan menusuk Jerman dari belakang. Idjon Djanbi mendarat di sekitar Grave, Belanda. Sialnya di situlah konsentrasi pasukan Jerman bertahan. Di tengah gempuran Jerman dia harus mempertahankan diri sekaligus bergabung dengan pasukan lain. Karena kemampuan terjun ini pula kemudian Belanda mengangkat Idjon Djanbi sebagai komandan sekolah terjun payung (School Tot Opleiding Van Parachutisten) di Holandia, dan Bandung. Tapi Idjon lebih memihak pada Indonesia. Istilah untuk serangan lewat udara ini disebut airborne. Sedangkan personelnya disebut paratrooper atau pasukan terjun.
2. Serangan kilat lewat laut Sesuai dengan doktrin pasukan elite yang bertempur lewat udara, darat dan laut, begitu juga dengan Idjon Djanbi. Dia pernah melakukan serangan lewat laut atau seaborne. Di Eropa, Idjon mengikuti pasukan sekutu melakukan serangan di pantai Walcheren Belanda. Dia ikut mendobrak pasukan Jerman di pesisir. Serangan lewat laut bisa secara terbuka dan massal, atau bisa juga lewat operasi senyap. Para prajurit diturunkan dari kapal perang lalu menyusup dengan perahu karet. Saat melatih pasukan komando Indonesia, Idjon mengajarkan materi ini di Cilacap, jawa Tengah. Hingga kini Kopassus TNI AD masih melestarikan tradisi ini.
3. Underwater Demolition Team Underwater Demolition Team (UDT) atau kemampuan demolisi bawah air. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh pasukan katak alias frogmen. Tugas utama di pasukan ini di perang dunia II adalah menjinakkan ranjau laut yang mengancam kapal perang. Tugas lain yang tak kalah sulit adalah mengamankan pendaratan pasukan. Sebelum pasukan seaborne dimuntahkan dari laut, para pasukan UDT ini mengamankan pantai dari ranjau. Seringkali juga pantai dipasangi kawat berduri yang mengancam pasukan pendarat. Idjon Djanbi yang kala itu berpangkat sersan mengamankan sejumlah pendaratan amfibi di Pasifik.
4. Komando Pasukan komando dikenal sebagai pasukan elite. Kemampuannya empat kali pasukan reguler. Mereka punya kemampuan menembak yang baik, gerilya maupun antigerilya, demolisi, hingga intelijen. Beberapa sumber menyebutkan Idjon Djanbi dilatih pasukan komando Inggris saat perang dunia ke II. Inggris kala itu memang menjadi yang terdepan soal pelatihan pasukan elite komando. Dalam setiap pertempuran pasukan ini menjadi yang terdepan. Pasukan komando juga meninggalkan sistem perang konvensional yang mengandalkan jumlah banyak dan sporadis. Yang penting adalah kemampuan, bukan jumlah personel. Pelatihan pasukan elite berkualifikasi komando ini juga sangat berat. Kelak ketika Idjon Djanbi melatih pasukan Indonesia, dari 400 orang, hanya setengah yang berhasil lulus. Kepada mereka yang lulus, diberikan baret dan brevet komando. Ketika itu baret warna hitam dicelup dalam air teh beberapa lama sehingga warnanya luntur menjadi coklat kemerahan. Itulah cikal bakal Korps Baret Merah Kopassus.
5. Tangan kosong dan pisau "Jika pelurumu habis, maka bertempurlah dengan pisau. Jika pisau sudah tak ada, maka bertarunglah dengan tangan kosong." Itu doktrin pasukan komando untuk bertarung habis-habisan dalam pertempuran. Karena itu pula seperti yang lain, Idjon Djanbi juga lihai bertarung tangan kosong atau dengan pisau. "Pak Idjon suka cek kalau kita jaga malam. Dia sergap dari belakang dengan pisau. Kita berkelahi dulu, baru dia bilang stop, ini komandan kamu.
Tujuannya mungkin biar kita siaga," kata Boyoh, mantan anggota angkatan pertama korps baret merah ini saat berbincang dengan merdeka.com.
Hingga hari ini, Kopassus masih melatih anggotanya melempar pisau.
Sumber :merdeka.com
Mantan anak buah Idjon Djanbi yang pernah dilatihnya mengenang sosok Idjon sebagai perwira lapangan yang disiplin. Sosoknya langsing dan gesit. "Pak Idjon suka cek kalau kita jaga malam. Dia sergap dari belakang dengan pisau. Kita berkelahi dulu, baru dia bilang stop, ini komandan kamu.
Tujuannya mungkin biar kita siaga," kata Boyoh, mantan anggota angkatan pertama korps baret merah ini saat berbincang dengan merdeka.com. Idjon Djanbi awalnya bernama Rokus Bernandus Visser. Warga negara Belanda ini tinggal di London karena tak bisa pulang ke negerinya.
Saat itu pecah perang dunia II, Belanda dikuasai Jerman. Visser muda bergabung dengan tentara Belanda yang mengungsi ke Inggris. Dia sempat menjadi sopir Ratu Wilhelmina. Tapi rupanya Visser lebih tertarik menjadi pasukan tempur, dia ikut bergabung dalam operasi Market Garden yang dilakukan sekutu untuk merebut Belanda tahun 1944. Setelah itu Visser ikut melakukan operasi amphibi bersama pasukan sekutu. Karena prestasinya, Visser naik pangkat jadi letnan.
Pemerintah Belanda mengirimnya ke Indonesia ketika Jepang kalah dan Belanda ingin berkuasa kembali. Visser menjadi komandan sekolah terjun payung Belanda di Indonesia dengan pangkat kapten. Setelah perang usai, Visser yang sejak awal bersimpati pada Indonesia memilih pensiun sebagai serdadu. Dia menikah dengan seorang wanita Sunda, kemudian masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Mohammad Idjon Djanbi. Sekitar tahun 1952, Komandan Teritorium Siliwangi Kolonel Alex Evert Kawilarang bercita-cita mendirikan sebuah pasukan elite untuk menumpas DI/TII. Saat itu pasukan reguler sulit bergerak lincah di hutan Jawa Barat yang masih sangat lebat.
Kawilarang pun memanggil Idjon Djanbi dan memaparkan rencananya, sekaligus meminta Idjon menjadi pelatih. Idjon menerima tawaran itu. "Ternyata dia terima ajakan kami. Dan kemudian kami atur, sehingga dia bisa mendapat pangkat mayor. Selang beberapa waktu, setelah dia bergaul dengan anggota-anggota kita, dia kelihatan merasa betah," ujar Kawilarang dalam biografi Untuk Sang Merah Putih yang ditulis Ramadhan KH. Idjon dibantu Kapten Marzuki Sulaiman mempersiapkan kesatuan baru yang lahir dengan fasilitas apa adanya ini. Dulu mereka menumpang di sebuah kantor kecil, sebelum akhirnya dapat asrama di Batujajar.
Idjon Djanbi menyusun kurikulum berdasarkan pengalamannya selama menjadi pasukan elite dan bertempur di Perang Dunia II. Latihan pasukan yang diberi nama Kesatuan Komando TT III Siliwangi ini sangat berat. Dari 400 calon siswa komando, kurang dari setengah yang dinyatakan lulus. Kepada mereka yang lulus, diberikan baret dan brevet komando. Ketika itu baret warna hitam dicelup dalam air teh beberapa lama sehingga warnanya luntur menjadi coklat kemerahan.
Itulah cikal bakal Korps Baret Merah. "Tahun 1953 kompi komando ini diikutsertakan dalam operasi-operasi menghancurkan DI/TII di daerah Jawa Barat. Hasilnya sangat memuaskan, terutama pada penyergapan konsentrasi gerombolan di Gunung Rakutak," kata Kawilarang. Idjon menjabat komandan tahun 1952-1956, setelah itu dia pensiun dan digantikan wakilnya Mayor RE Djailani. Pembenahan terus menerus dilakukan hingga akhirnya Kesko III Siliwangi ini berubah nama menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD), lalu Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha). Hingga akhirnya sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus atau Kopassus. 5 Kemampuan tempur istimewa Idjon Djanbi.
1. Terjun tempur Kemampuan terjun tempur Idjon Djanbi tak diragukan lagi. Tahun 1944 dia ikut operasi Market Garden bersama pasukan Sekutu. Tujuan operasi ini untuk merebut Belanda dan menusuk Jerman dari belakang. Idjon Djanbi mendarat di sekitar Grave, Belanda. Sialnya di situlah konsentrasi pasukan Jerman bertahan. Di tengah gempuran Jerman dia harus mempertahankan diri sekaligus bergabung dengan pasukan lain. Karena kemampuan terjun ini pula kemudian Belanda mengangkat Idjon Djanbi sebagai komandan sekolah terjun payung (School Tot Opleiding Van Parachutisten) di Holandia, dan Bandung. Tapi Idjon lebih memihak pada Indonesia. Istilah untuk serangan lewat udara ini disebut airborne. Sedangkan personelnya disebut paratrooper atau pasukan terjun.
2. Serangan kilat lewat laut Sesuai dengan doktrin pasukan elite yang bertempur lewat udara, darat dan laut, begitu juga dengan Idjon Djanbi. Dia pernah melakukan serangan lewat laut atau seaborne. Di Eropa, Idjon mengikuti pasukan sekutu melakukan serangan di pantai Walcheren Belanda. Dia ikut mendobrak pasukan Jerman di pesisir. Serangan lewat laut bisa secara terbuka dan massal, atau bisa juga lewat operasi senyap. Para prajurit diturunkan dari kapal perang lalu menyusup dengan perahu karet. Saat melatih pasukan komando Indonesia, Idjon mengajarkan materi ini di Cilacap, jawa Tengah. Hingga kini Kopassus TNI AD masih melestarikan tradisi ini.
3. Underwater Demolition Team Underwater Demolition Team (UDT) atau kemampuan demolisi bawah air. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh pasukan katak alias frogmen. Tugas utama di pasukan ini di perang dunia II adalah menjinakkan ranjau laut yang mengancam kapal perang. Tugas lain yang tak kalah sulit adalah mengamankan pendaratan pasukan. Sebelum pasukan seaborne dimuntahkan dari laut, para pasukan UDT ini mengamankan pantai dari ranjau. Seringkali juga pantai dipasangi kawat berduri yang mengancam pasukan pendarat. Idjon Djanbi yang kala itu berpangkat sersan mengamankan sejumlah pendaratan amfibi di Pasifik.
4. Komando Pasukan komando dikenal sebagai pasukan elite. Kemampuannya empat kali pasukan reguler. Mereka punya kemampuan menembak yang baik, gerilya maupun antigerilya, demolisi, hingga intelijen. Beberapa sumber menyebutkan Idjon Djanbi dilatih pasukan komando Inggris saat perang dunia ke II. Inggris kala itu memang menjadi yang terdepan soal pelatihan pasukan elite komando. Dalam setiap pertempuran pasukan ini menjadi yang terdepan. Pasukan komando juga meninggalkan sistem perang konvensional yang mengandalkan jumlah banyak dan sporadis. Yang penting adalah kemampuan, bukan jumlah personel. Pelatihan pasukan elite berkualifikasi komando ini juga sangat berat. Kelak ketika Idjon Djanbi melatih pasukan Indonesia, dari 400 orang, hanya setengah yang berhasil lulus. Kepada mereka yang lulus, diberikan baret dan brevet komando. Ketika itu baret warna hitam dicelup dalam air teh beberapa lama sehingga warnanya luntur menjadi coklat kemerahan. Itulah cikal bakal Korps Baret Merah Kopassus.
5. Tangan kosong dan pisau "Jika pelurumu habis, maka bertempurlah dengan pisau. Jika pisau sudah tak ada, maka bertarunglah dengan tangan kosong." Itu doktrin pasukan komando untuk bertarung habis-habisan dalam pertempuran. Karena itu pula seperti yang lain, Idjon Djanbi juga lihai bertarung tangan kosong atau dengan pisau. "Pak Idjon suka cek kalau kita jaga malam. Dia sergap dari belakang dengan pisau. Kita berkelahi dulu, baru dia bilang stop, ini komandan kamu.
Tujuannya mungkin biar kita siaga," kata Boyoh, mantan anggota angkatan pertama korps baret merah ini saat berbincang dengan merdeka.com.
Hingga hari ini, Kopassus masih melatih anggotanya melempar pisau.
Sumber :merdeka.com
0 komentar:
Post a Comment